
Sedangkan
kebijakan penentuan upah bulanan,
dimaksudkan agar dapat segera diketahui, apakah seseorang pekerja telah dibayar
upahnya sesuai dengan standard
(upah minimum) yang ditetapkan oleh pemerintah – cq.Gubernur – setempat (aspek filosofis).
Lalu,
terdapat pengaturan mengenai cara penghitungan upah kerja lembur pada Pasal 11 Kepmenaker 102 yang menegaskan
bahwa salah satu dasar penghitungan upah lembur adalah jumlah waktu kerja
lembur pekerja.
Pasal 1 angka
1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004 TAHUN
2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR - “Kepmenaker 102” Waktu kerja lembur
adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat
puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau
8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan
dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.
Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja (lembur) harus memenuhi
syarat (Pasal 78 UUK):
a. ada
persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu
kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Namun,
pengecualian maksimal waktu kerja lembur dimungkinkan oleh Pasal 77 ayat [3] UUK, bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Misalnya sektor usaha energi dan sumber daya mineral serta pertambangan yang
berlokasi pada daerah tertentu.
Kewajiban
pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja untuk membayar
upah kerja lembur diatur dalam Pasal 78
ayat [2] UUK yang menyatakan bahwa “Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur”.
Pembayaran
upah lembur yang tidak sesuai dengan jumlah waktu lembur yang dilakukan
pekerja, dianggap melanggar kewajiban membayar upah lembur kerja sebagaimana
diatur dalam Pasal 78 ayat [2] UUK.
Dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat diancam pidana sesuai pengaturan Pasal 187 UUK yakni dikenakan sanksi
pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dasar hukum:
1. Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Keputusan
Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu
Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur