Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur



Sebagaimana diketahui, bahwa Pemerintah diberi kewenangan untuk menetapkan kebijakan pengupahan, termasuk kebijakan upah minimum dan upah kerja lembur sebagai amanat pasal 88 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (aspek yuridis). Kebijakan upah minimum tersebut ditetapkan sebagai salah satu jaring pengaman sosial (social security net) dalam rangka menghargai harkat dan martabat seorang pekerja sebagai manusia (aspek sosiologis).

Sedangkan kebijakan penentuan upah bulanan, dimaksudkan agar dapat segera diketahui, apakah seseorang pekerja telah dibayar upahnya sesuai dengan standard (upah minimum) yang ditetapkan oleh pemerintah – cq.Gubernur – setempat (aspek filosofis).

Lalu, terdapat pengaturan mengenai cara penghitungan upah kerja lembur pada Pasal 11 Kepmenaker 102 yang menegaskan bahwa salah satu dasar penghitungan upah lembur adalah jumlah waktu kerja lembur pekerja.

Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004 TAHUN 2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR - “Kepmenaker 102” Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja (lembur) harus memenuhi syarat (Pasal 78 UUK):
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Namun, pengecualian maksimal waktu kerja lembur dimungkinkan oleh Pasal 77 ayat [3] UUK, bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Misalnya sektor usaha energi dan sumber daya mineral serta pertambangan yang berlokasi pada daerah tertentu.

Kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja untuk membayar upah kerja lembur diatur dalam Pasal 78 ayat [2] UUK yang menyatakan bahwa “Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur”.
Pembayaran upah lembur yang tidak sesuai dengan jumlah waktu lembur yang dilakukan pekerja, dianggap melanggar kewajiban membayar upah lembur kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat [2] UUK

Dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat diancam pidana sesuai pengaturan Pasal 187 UUK yakni dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur