Hukum adat merupakan hukum asli Indonesia
yang tidak terkodifikasi dalam peraturan perundang-undangan nasional.
Hukum yang sejak dahulu telah ditaati oleh masyarakat adat di berbagai
daerah di Indonesia, dan di akui hingga sekarang sebagai salah satu
hukum yang sah, hukum yang sepenuhnya berlaku di Tanah Air. Saat ini,
hukum adat masih diterapkan oleh berbagai masyarakat adat Indonesia,
hukum yang mengatur perihal warisan adat, perkawinan adat, dan hal-hal
lain yang mengatur regulasi dalam suatu budaya kultural. Jenis hukum
tertua yang pernah dimiliki oleh Indonesia sampai saat ini masih
diterapkan oleh masyarakat, dan diakui oleh negara. Mengapa hukum adat,
hukum yang sudah tua masih tetap digunakan oleh masyarakat dan juga
diakui oleh pemerintah? Apa landasan yang telah digunakan untuk
menetapkan hukum adat dapat digunakan oleh masyarakat? Apa dasar yuridis
berlakunya hukum adat di Indonesia?
Masa Hindia Belanda
Berawal dari zaman
penjajahan, hukum adat sangat kental di dalam diri tiap pribumi. Karena
belum terbiasa dengan hukum barat yang telah ditetapkan oleh Belanda,
maka dibuatlah sistem hukum pluralisme atau Indische Staatsregeling (IS) agar penduduk golongan eropa, timur asing, dan pribumi dapat menyesuaikan dengan hukum masing-masing.
Dalam Indische Staatsregeling,
salah satu dasar hukum yang menjelaskan berlakunya hukum adat terdapat
pada Pasal 131 ayat (2) huruf a menjelaskan hukum yang berlaku bagi
golongan eropa, bahwa untuk hukum perdata materiil bagi golongan eropa
berlaku asas konkordansi, artinya bagi orang eropa pada asasnya hukum
perdata yang berlaku di negeri Belanda akan dipakai sebagai pedoman
dengan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan berhubung keadaan yang
istimewa, dan juga pada Pasal 131 ayat (2) huruf b yang menjelaskan
hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia asli atau pribumi dan
golongan timur asing, yang pada intinya menjelaskan bagi golongan
pribumi dan timur asing berlaku hukum adat masing-masing dengan
kemungkinan penyimpangan dalam hal:
- Kebutuhan masyarakat menghendakinya, maka akan ditundukan pada perundang-undangan yang berlaku bagi golongan eropa.
- Kebutuhan masyarakat menghendaki atau berdasarkan kepentingan umum, maka pembentuk ordonansi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi orang Indonesia dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan itu, yang bukan hukum adat bukan pula hukum eropa melainkan hukum yang diciptakan oleh Pembntuk UU sendiri.
Jadi pada intinya, di masa Hindia Belanda
terdapat delegasi kewenangan atau perintah untuk mengkodifikasikan
hukum bagi pribumi dan timur asing.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang
juga terdapat regulasi yang mengatur tentang hukum adat di Indonesia,
yaitu pada Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 yang menjelaskan bahwa semua badan
pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah yang dahulu
tetap diakui sah buat sementara waktu saja, asal tidak bertentangan
dengan peraturan militer.
Arti dari Pasal tersebut
adalah hukum adat yang diatur pada saat masa penjajahan Jepang sama
ketika pada masa Hindia Belanda, tetapi harus sesuai dengan peraturan
militer Jepang dan tidak boleh bertentangan. Pada hakikatnya, dasar
yuridis berlakunya hukum adat pada masa penjajahan Jepang hanya
merupakan ketentuan peralihan karena masanya yang pendek.
Masa Pasca Kemerdekaan
Dasar hukum berlakunya dan
diakuinya hukum adat di Indonesia juga diatur setelah Indonesia merdeka.
Contohnya pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”
menjelaskan bahwa dalam pembentukan regulasi peraturan mengenai hukum
adat yang lebih jelas, maka dasar hukum sebelumnya yang tetap digunakan
untuk perihal berlakunya hukum adat.
Pada Pasal 104 ayat (1) UUDS
1950 pun juga terdapat penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa segala keputusan pengadilan harus
berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan
Undang-Undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman
itu. Terdapat juga pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 pasca dekrit
presiden 5 Juli 1959 Ranah Undang-Undang dan Pasal 3 UU No. 19 Tahun
1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi
“Hukum yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman adalah hukum yang
berdasarkan Pancasila, yakni yang sidatnya berakar pada kepribadian
bangsa” dan Pasal 17 ayat (2) yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Era Reformasi
Di zaman modern,
setelah Indonesia memasuki era reformasi, ketentuan yang mengatur
mengenai hukum adat lebih jelas dasar yuridisnya. Setelah amandemen
kedua UUD 1945, tepatnya pada Pasal 18B ayat (2), hukum adat dihargai
dan diakui oleh negara, Pasal tersebut berbunyi “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang.”. Pasal tersebut telah membuktikan bahwa dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia ada, dan diakui oleh pemerintah.
Tak hanya itu, dalam beberapa
Undang-Undang juga mengatur keberlakuan hukum adat. Contoh dalam
Undang-Undang Pokok Agraria, lebih tepatnya pada Pasal 5 yang berbunyi “Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini
dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”. Dasar
yuridis tersebutlah yang dapat menjelaskan berlakunya hukum adat secara
sah di Indonesia. Hukum adat adalah hukum yang yang harus diperjuangkan
karena ia merupakan hukum tertua yang telah dimiliki Indonesia dan juga
karena Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya dengan keanekaragaman
budaya, suku, dan ras, dan dengan hukum adat, maka segala kepentingan
masyarakat adat dapat diayomi olehnya, untuk Indonesia yang lebih baik.