Ketidakseragaman
batasan usia dewasa atau batasan usia anak pada berbagai peraturan
perundang-undangan di Indonesia memang kerap menimbulkan pertanyaan
mengenai batasan yang mana yang seharusnya digunakan. Berikut di bawah
ini beberapa pengaturan batasan usia anak dan dewasa menurut peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia yang kami sarikan dari buku Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur (Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasar Batasan Umur) terbitan NLRP.
Tabel 1: Umur Anak/belum dewasa
Dasar Hukum
|
Pasal
|
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
|
Pasal 330
Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
|
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
|
Pasal 47
Anak yang dimaksud dalam UU Perkawinan adalah yang belum mencapai 18 tahun.
|
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
|
Pasal 1 angka 26
Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun
|
UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
|
Pasal 1 angka 8
Anak didik pemasyarakatan adalah:
a. Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak
negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan
pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak
sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
|
UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
|
Pasal 1
Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin
|
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
|
Pasal 1 angka 5
Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
|
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
|
Pasal 1 ayat (1)
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
|
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
|
Pasal 1 ayat (4)
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun.
|
UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
|
Pasal 4
Warga Negara Indonesia adalah: a–g ...
anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.
|
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
|
Pasal 1 angka 5
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
|
Tabel 2: Umur Dewasa
Dasar Hukum
|
Pasal
|
Kompilasi Hukum Islam
|
Pasal 98 ayat [1]
Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
|
SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977
|
Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk dapat ikut Pemilu;
b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18 tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru;
c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.
|
Berdasarkan
beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas
memang masih tidak ditemui keseragaman mengenai usia dewasa seseorang,
sebagian memberi batasan 21 (dua puluh satu) tahun, sebagian lagi 18
(delapan belas) tahun, bahkan ada yang 17 (tujuh belas) tahun.
Ketidakseragaman ini juga kita temui dalam berbagai putusan hakim yang
contohnya kami kutip dari buku Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur (Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasar Batasan Umur) terbitan NLRP berikut ini:
- Putusan Pengadilan Negeri Palembang No. 96/1973/PN.Plg tanggal 24 Juli 1974 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang No. 41/1975/PT.PERDATA tanggal 14 Agustus 1975 (hal. 143), dalam amarnya majelis hakim memutuskan bahwa
ayah berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anak hasil perkawinan
yang putus tersebut sampai anaknya berumur 21 tahun. Dalam hal ini,
majelis hakim berpendapat bahwa seseorang yang belum berumur 21 tahun
dianggap masih di bawah umur atau belum dewasa sehingga ayahnya
berkewajiban untuk menafkahinya sampai anak tersebut berumur 21 tahun,
suatu kondisi di mana anak tersebut telah dewasa, dan karenanya telah
mampu bertanggung jawab penuh dan menjadi cakap untuk berbuat dalam
hukum.
Dalam kasasi di Mahkamah Agung, dengan Putusan
MA RI No.477/K/ Sip./1976 tanggal 2 November 1976, majelis hakim
membatalkan putusan pengadilan tinggi dan mengadili sendiri, di mana
dalam amarnya majelis hakim memutuskan bahwa ayah berkewajiban untuk
memberian nafkah kepada anak hasil perkawinan yang putus tersebut sampai
anaknya berumur 18 tahun. Majelis hakim berpendapat bahwa batasan umur
anak yang berada di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian ialah 18
tahun, bukan 21 Tahun. Dengan demikian, dalam umur 18 tahun, seseorang
telah dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan karenanya
menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum. Keputusan ini tepat, mengingat
Pasal 47 dan 50 UU No. 1 Tahun 1974 mengatur bahwa seseorang yang berada
di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian adalah yang belum berumur
18 tahun.
- Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 1 15/Pdt.P/2009/PN. Jaktim Tanggal 17 Maret 2009 (hal. 145). Hakim menggunakan pertimbangan bahwa batasan umur dewasa
seseorang untuk cakap bertindak secara hukum mengacu pada Pasal 47 ayat
(1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan mendasarkan
pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
menunjukkan bahwa hakim berpendapat batasan umur yang digunakan sebagai
parameter untuk menentukan kecakapan untuk berbuat dalam hukum adalah
telah berumur 18 tahun.
Bahkan
di antara para hakim pun belum ada keseragaman dalam menerapkan batasan
usia dewasa.
Demikian, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
3. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
6. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
7. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
8. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
9. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
10. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
11. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991);
12. SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977.