Meminta Harta Warisan Saat Pewaris Masih Hidup

Dalam hubungan orang tua dan anak ada hak dan kewajiban sebagaimana digariskan oleh islam. Diantara kewajiban orang tua kepada anak sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat al-Hakim adalah memberi nama yang baik, mengajarkan sopan santun yang baik, memberi pendidikan dunia akhirat, memberi nafkah yang baik dan halal, dan menikahkan anaknya kalau sudah waktunya. Sedangkan kewajiban anak kepada orang tua sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an dan al-Hadits diantarnya, yaitu wajib berkata santun, bersikap sopan, taat perintah sepanjang bukan hal maksiat, membantu orang tua, tidak minta sesuatu diluar kemampuan orang tua, memberi nafkah kepada oarng tua kalau anak sudah mampu dan mendoakan orang tua.

1. Dalam kitab "alfiqh al-islkami wa adillatuhu". Karya : Syekh DR Wahbah Az-Zuhaili. Bab Al-Miraats. Volume VIII halaman 253 dijelaskan: bahwa syarat waris itu ada tiga, pertama wafatnya mauruts (orang yang diwarisi). Kedua hidupnya ahli waris, dan ketiga tidak ada mani' ( penghalang)

Tentang persyaratan mauruts (orang yang diwarisi) harus sudah wafat dijelaskan dalam alqur'an surat An-Nisa' ayat 11 bahwa harta warisan termasuk tirkah (mimma taraka) dan Allah menggunakan kata yushikumullah, sedangkan wasiat hanya terjadi setelah wafat. Sebagaimana firman Allah yang artinya: " Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Begitu juga pengertian dari hadits bahwa orang yang membunuh mauruts karena ingin mendapatkan warisan, maka termasuk mani' (penghalanhg waris). Dari Sahabat Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah bagi orang yang membunuh itu mendapatkan waris". (HR. Imam Malik fil Muwattha' dan Imam Ahmad, Ibnu Majah, Assyafi'I, Abdurrazaq dan Al Baihaqi)

Dari penjelasan diatas, maka dapat dijawab bahwa tidak boleh dan tidak berhak seorang anak meminta bagian warisan dari orang tuanya padahal orang tuanya masih hidup, jika anak minta harta pada orang tuanya, maka orang tua punya wewenang penuh apa memberinya atau tidak, sesuai kebijaksanaan orang tua karena hak kepemilikan harta berada di tangan orang tua sedangkan anak tidak punya hak apapun dari harta orang tua yang masih hidup, kalau orang tua memberinya itu bukan harta warisan tapi itu bias merupakan nafkah atau hibah

2. Anak itu termasuk rakus yang tidak seharusnya. Dia sebenarnya belum berhak menerima warisan. kalau oarng tua memberi harta itu adalah kebaikan orang tua pada anak. Kalau sudah diberi dia masih minta lagi yang bukan haknya tentu hukumnya haram dan itu bentuk kedurhakaan pada orang tua karena itu bisa mengambil hak saudara yang lain

3. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa, harta waris dapat dibagikan setelah orang tua wafat, sedangkan pemberian orang tua kepada anak pada saat hidup itu dinamakan hibah dan hukum hibah itu jawaz ( boleh) menurut pandangan islam, namun orang tua hendaknya adil dalam pemberian kepada anak sebagaimana anjuran Rasulullah SAW: "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan berbuatlah adil diantara anak-anakmu" ( HR. Al-Bukhari wa Muslim)

Jika seorang anak sudah mendapatkan hibah dari orang tuanya dan atas dasar persetujuan saudara yang lain, maka dia seharusnya sudah merasa cukup dan tidak rakus terhadap harta pemberian orang tua, namun secara fiqh jika orang tua sudah meninggal dan masih ada harta peninggalan, maka anak tersebut masih berhak mendapatkan warisan sesuai bagian dalam ilmu waris, karena antara wais dan hibah itu berbeda setatus hukumnya dan tidak saling menggugurkan salah satunya. Artinya orang yang mendapatkan waris tidak menggugurkan hibah begitu juga sebaliknya.


Sumber : www.muslimedianews.com