Dengan adanya UU ITE setiap warga negara berhak mendapatkan
kepastian hukum ketika seorang warga negara mendapatkan tindakan yang melanggar
etika di dunia maya mengenai UU tersebut seperti kasus – kasus dibawah ini yang
menyangkut UU ITE.Kepolisian Republik Indonesia telah membentuk Unit CyberCrime
Mabes Polri sebagai tonggak penegakan UU ITE.Sebagai unit yang menangani
kejahatan di dunia maya banyak kasus yang terungkap oleh Unit CyberCrime Mabes
Polri. Berikut adalah Kasus – Kasus yang telah diungkap oleh Unit CyberCrime
Mabes Polri :
- KASUS
WILDAN YANI ASHARI ( PEMBOBOL SITUS PREISDEN SBY )
Anda mungkin masih ingat kasus wildan yang membobol situs
Presiden Republik Indonesia , Susilo Bambang Yuhoyono yang sempat menggemparkan
negeri ini.Pelaku pembobol situs resmi Presiden SBY bernama Wildan yang berasal
dari desa Balung Kulon , Kecamatan Balung , Jember. Wildan bekerja di warnet
yang ada di Jalan Letjen Suprapto , Jember. Ia ditangkap Tim Cyber Crime Mabes
Polri karena diduga sebagai pelaku yang sempat merusak akses situs www.presidensby.info
dengan meninggalkan jejak sebagai ‘Jember Hacker Team’ .Saat itu Id-SIRTII
langsung melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku , hasil yang didapat
adalah lokasi IP Addres dan DNS dari Texas , Amerika Serikat , namun setelah
ditelusuri lebih lanjut polisi akhirnya menagkap Wildan.sumber : www.detik.com
- KASUS PENCURIAN
PULSA
Unit Cybercrime mabes polri berhasil mengungkap kasus penipuan
yang menggunakan sarana internet. Modusnya dengan menawarkan barang – barang
elektronik dengan harga yang murah , seperti handphone blackberry ,Iphone 5,
Ipad melalui website gudangblackmarketcelluler008.com. Pelaku berjumlah 8 orang
namun 3 orang masih dalam proses pengejaran Polri. Para pelaku dijerat dengan
pasal 378 KUHP atau pasal 28 UU 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) , serta pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 UU nomor
8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Pihak penyidik dalam melakukan pembuktian terhadap
cybercrime menurut hukum pidana berdasarkan UU No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik , hukum indonesia telah mengakui alat bukti
elektronik atau digital sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Dalam acara
kasus pidana yang menggunakan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana ( KUHAP) ,
maka UU ITE ini memperluas dari ketentuan pasal 284 KUHAP mengenai alat bukti
yang sah .
Pasal 5
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini.
- Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.
surat yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b.
surat beserta dokumennya yang menurut
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam
Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Dalam pelaksanaannya ada kasus yang menyita perhatian
masyarakat indonesia. Kasus Prita Mulyasari
cukup banyak menarik perhatian karena awal mula permasalahan berawal
dari email yang berisi tentang tanggapan dan keluhan atas perlakuan yang diterima
ketika Prita memeriksakan kesehatannya di RS. Internasional OMNI ke sebuah
milis. Email itu kemudian beredar luas sehinnga membuat pihak RS. Internasional
OMNI merasa dicemarkan nama baiknya dan mengajukan gugatan hukum baik secara
perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik ke Pengadilan Negeri
Banten. Kepolisian mengenakan pasal 310 dan pasal 311 dalam Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana (KUHAP) tentang pencemaran nama baik kepada Prita namun
saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dakwaannya
ditambah dengan pasal 27 Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Banyak Pihak yang menyayangkan
penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang – Undang nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena akan
mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pasal Ini menyebutkan :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan / atau mentransmisikan san / atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan /
atau pencemaran nama baik.
Beberapa Aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut
sangatlah lentur dan bersifat multi intrepretasi.Muatan itu tidak hanya
menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis maupun
individu yang melakukan forward ke alamat tertentu. Kasus ini juga akan
berdampak buruk dan membuat masyarakat takut menyampaikan pendapat atau
komentarnya di ranah dunia maya karena hal itu bertentangan dengan pasal 1 ayat
1 Undang – Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum yang berbunyi :
“ Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan , tulisan dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku “
Kasus prita juga bertentangan dengan pasal 4 ayat 4 Undang –
Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi
“hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan / atau jasa yang
digunakan “
Sebagai warga negara yang berbangsa dan bernegara tentulah
harus taat terhadap UUD 1945 dan pancasila kasus prita sebaiknya sebagai bahan
pelajaran agar lebih berhati – hati dalam mengeluarkan pendapat. Tiada buatan
mannusia didunia ini yang sempurna sesungguhnya maksud dan tujuan dari UU
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah sebagai pengaturan tindakan /
perilaku manusia agar tidak merugikan orang lain.