A. Pengertian PKPU
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam pasal 222 sampai dengan pasal 294 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Adapun PKPU ini sangat berkaitan erat dengan ketidakmampuan membayar
(insolvensi) debitur terhadap hutang-hutangnya kepada pihak kreditor.
Munir Fuady
dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek”
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tundaan pembayaran hutang
(suspension of payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa
yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan Niaga
dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan
kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan
memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian dari hutangnya,
termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut. Jadi
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ini pada dasarnya merupakan
sejenis legal moratorium (rencana perdamaian).
B. Maksud dan Tujuan PKPU
Adapun yang menjadi maksud dan tujuan PKPU adalah sesuai dengan yang tercantum pada ketentuan pasal 222 ayat (2) dan (3) UU No. 37 Tahun 2004 :
“(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.
(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan
membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang,
untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya."
Dimana
dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa secara umum, maksud dari PKPU
adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren,
sedangkan tujuannya adalah untuk kreditur konkuren, sedangkan tujuannya
adalah untuk memungkinkan seseorang debitor meneruskan usahanya meskipun
ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.
C. Jenis-jenis PKPU
Berdasarkan sifatnya, PKPU dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. PKPU Sementara
Merupakan
PKPU yang penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai, dan harus
dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran dilakukan.
2. PKPU Tetap
Merupakan PKPU yang ditetapkan setelah sidang berdasarkan persetujuan dari para kreditor.
D. Para Pihak dalam PKPU
Para pihak yang terkait dalam PKPU antara lain adalah sebagai berikut :
1. Debitor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004,
yang dimaksud dengan debitor adalah orang yang mempunyai hutang karena
perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka
pengadilan.
Sesuai dengan pasal 222 UU No. 37 tahun 2004,
debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor dapat mengajukan PKPU
bila ia tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Maksud
pengajuan oleh debitor ini ialah untuk mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
kreditor. Debitor yang mengajukan ini dapat berupa debitor perorangan ataupun debitor badan hukum
2. Kreditor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.Kreditor dalam PKPU adalah :
a. Kreditor separatis
Diatur
dalam pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kreditor
separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak
jaminan), seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dll.
b. Kreditor preferen
Berdasarkan
pada pasal 1139 dan pasal 1149 KUHPer, yang dimaksud dengan kreditor
preferen adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas
sesuai dengan yang diatur oleh Undang-undang yang bersangkutan.
c. Kreditor konkuren
Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor golongan ini adalah semua Kreditor yang tidak masuk Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen.
Berdasarkan
pada pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, kreditor yang
memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon
agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk
memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
3. Bank Indonesia
Apabila debitor adalah sebuah bank, maka bank Indonesia yang berwenang mengajukan PKPU. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
4. Badan pengawas pasar modal
Apabila yang menjadi pihak debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
5. Menteri Keuangan
Apabila yang menjadi debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan
publik. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
6. Hakim pengawas
Selain mengangkat pengurus, setelah putusan PKPU sementara dikabulkan
oleh pengadilan maka pada saat itu juga diangkat Hakim Pengawas. Tugas
Hakim Pengawas ini pada dasarnya juga sama dengan tugas Hakim Pengawas
dalam kepailitan, yaitu mengawasi jalannya proses PKPU. Apabila diminta
oleh pengurus, Hakim pengawas dapat mendengar saksi atau memerintahkan
pemerinsaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut PKPU,
dan saksi tersebut dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara
Perdata. Hakim Pengawas setiap waktu dapat memasukkan ketentuan yang
dianggap perlu untuk kepentingan Kreditor berlangsungnya penundaan
kewajiban pembayaran utang tetap, berdasarkan:
a. prakarsa Hakim Pengawas
b. permintaan pengurus; atau
c. permintaan satu atau lebih Kreditor.
7. Pengurus
Adapun dengan mengacu pada ketentuan yang terkandung dalam pasal 234 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, yang dapat menjadi pengurus adalah :
Perorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus
yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur. Telah terdaftar
pada departemen yang bersangkutan Pengurus harus independen dan tidak
memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kurator. (Pasal 234 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004)
8. Panitia kreditor
Menurut Pasal 231, Pengadilan harus mengangkat panitia kreditor apabila :
a. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak kreditor; atau
b.
Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditor yang mewakili paling
sedikit ½ (satu per dua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, pengurus harus meminta dan
mempertimbangkan saran dari panitia kreditor ini.
9. Ahli
Setelah PKPU dikabulkan Hakim Pengawas dapat mengangkat satu atau lebih
ahli untuk melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan
harta Debitor dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang
ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Laporan ahli harus memuat pendapat yang
disertai dengan alasan lengkap tentang keadaan harta Debitor dan dokumen
yang telah diserahkan oleh Debitor serta tingkat kesanggupan atau
kemampuan Debitor untuk memenuhi kewajibannya kepada Kreditor, dan
laporan tersebut harus sedapat mungkin menunjukkan tindakan yang harus
diambil untuk dapat memenuhi tuntutan Kreditor. Laporan ahli harus
disediakan oleh ahli tersebut di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat
dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma dan penyediaan laporan
tersebut tanpa dipungut biaya.
E. Prosedur PKPU
1. Permohonan
Permohonan PKPU harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga di daerah tempat kedudukan hukum debitur dengan ketentuan :
a. Apabila
debitur telah meninggalkan wilayah Negara Indonesia, pengadilan yang
berwenang untuk menjatuhkan permohonan putusan atas PKPU adalah
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir
debitur.
b. Apabila
debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang untuk
memutuskan.
c. Apabila
debitur tidak berkedudukan di wilayah Negara Indonesia akan tetapi
menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Indonesia, maka pengadilan
yang berwenang memutuskannya adalah Pengadilan Niaga yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitur.
d. Apabila
debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukannya hukumnya adalah
sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.Perlu diketahui juga bahwa
permohonan ini juga harus dilampiri dengan rencana perdamaian.
Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat :
- Sifat
- Jumlah piutang
- Jumlah hutang debitor beserta surat bukti secukupnya,
-
Dan apabila yang mengajukan permohonan adalah kreditor, Pengadilan
wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.
2. Surat permohonan
Surat
permohonan berikut lampirannya (bila ada) harus disediakan di
Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh setiap orang secara
cuma-cuma.
Sistematika dari surat permohonan PKPU itu sendiri paling tidak memuat hal-hal sebagai berikut :
Sistematika dari surat permohonan PKPU itu sendiri paling tidak memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Tempat dan tanggal permohonan
b. Alamat pengadilan Niaga yang berwenang
c. Identitas Pemohon dan advokatnya
d. Uraian tentang alasan permohonan PKPU
e. Permohonan Berisikan antara lain :
- Mengabulkan permohonan pemohon
- Menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus
f. Tanda tangan debitor dan advokatnya
Sementara kelengkapan berkas yang harus disiapkan sebagai syarat permohonan PKPU pada Pengadilan Niaga, meliputi :
a. Surat permohonan bermeterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
b. Identitas diri debitur
c. Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat Hukumnya
d. Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan kepada Law Firmnya)
e. Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum
f. Nama dan tempat tinggal/kedudukan para kreditur konkuren disertai jumlah tagihannya masing-masing pada debitur
g. Neraca pembukuan terakhir
h. Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).
3. Pemeriksaan
Apabila permohonan PKPU dan kepailitan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan PKPU haruslah diputus terlebih dahulu.
4. PKPU (S) SEMENTARA
Sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 225 UU No. 37 Tahun 2004. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam PKPU sementara adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal permohonan diajukan oleh debitor,
pengadilan dalam waktu paling lambat 3 hari sejak tanggal
didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan PKPU sementara dan
harus menunjuk seorang HAKIM PENGAWAS dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 atau lebih PENGURUS yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor.
b. Dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan,
harus mengabulkan permohonan PKPU utang sementara dan harus menunjuk
hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 atau lebih
pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor.
c. Segera
setelah putusan PKPU sementara diucapkan, pengadilan melalui pengurus
wajib memanggil debitor dan kreditor yang dikenal dengan surat tercatat
atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan
paling lama pada hari ke-45 terhitung sejak putusan PKPU sementara
diucapkan. Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang penundaan
kewajiban pembayaran utang sementara berakhir dan Pengadilan wajib
menyatakan Debitor Pailit dalam sidang yang sama.
d. Pengurus
wajib segera mengumumkan putusan PKPU sementara dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 surat kabar harian yang
ditunjuk oleh hakim pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat
undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat
permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu sidang
tersebut, nama hakim pengawas dan nama serta alamat pengurus. Apabila
pada waktu PKPU sementara diucapkan sudah diajukan rencana perdamaian
oleh debitor, hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan
pengumuman tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21
hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan. PKPU sementara berlaku
sejak tanggal putusan PKPU tersebut diucapkan dan berlangsung sampai
dengan tanggal sidang.
e. Pada
hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim Pengawas,
pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang ditunjuk
berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk
hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.
f. Apabila
rencana perdamaian dilampirkan pada PKPU sementara atau telah
disampaikan oleh debitor sebelum sidang dilangsungkan, maka pemungutan
suara tentang rencana perdamaian dilakukan, sepanjang belum ada putuan
pengadilan yang menyatakan bahwa PKPU tersebut berakhir. jika kreditor
belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas
permintaan debitor, kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan
PKPU tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan
Kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada
rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.
5. PKPU (T) TETAP
Adapun beberapa hal yang berkaitan dengan prosedur PKPU tetap adalah sebagai berikut :
a. Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan
oleh Pengadilan Niaga, maka dalam jangka waktu 45 hari terhitung sejak
putusan PKPU sementara diucapkan, maka debitor demi hukum dinyatakan
pailit.
b. Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan PKPU sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut :
c. Disetujui
lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari
seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
d. Disetujui
lebih dari 1/2 jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan
lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh
tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut
F. Akibat Hukum dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sejak
diterimanya pemohonan penundaan kewajiban pembayaran hutang oleh
debitur, maka terjadilah beberapa akibat hukum terhadap debitur yang
bersangkutan. Akibat hukum tersebut adalah sebagai berikut :
1. Debitor Kehilangan Independensinya
Berbeda
dengan kepailitan dimana debitor menyerahkan kewenangan pengurusan
harta kekayaan kepada kurator. Dalam PKPU, kewenangan dalam kepengurusan
harta tersebut masih berada di tangan debitor itu sendiri. Hanya saja
kebebasan debitor memang dibatasi dengan keberadaan pengurus selaku
pengawas (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004).
2. Jika Debitur Telah Minta Dirinya Pailit, Dia Tidak Dapat Lagi Minta Penundaan Pembayaran Hutang
Apabila
dalam persidangan debitur sudah langsung meminta dirinya untuk
dipailitkan, maka ia tidak bisa lagi meminta PKPU untuk dilaksanakan.
3. Jika Penundaan Pembayaran Hutang Berakhir, Debitur Langsung Pailit
Berdasarkan pada Pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004,
Pengadilan Niaga harus menyatakan debitur pailit selambat-lambatnya
hari berikutnya (tanpa hak untuk mengajukan kasasi atau peninjauan
kembali) apabila : Jangka waktu PKPU sementara berakhir karena kreditur
konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU secara tetap. Perpanjangan PKPU
telah diberikan, akan tetapi sampai dengan tanggal batas terakhir
penundaan pembayaran hutang (maksimum 270 hari) belum juga tercapai
persetujuan terhadap rencana perdamaian.
4. Debitur Tidak Dapat Dipaksa Membayar Hutang dan Pelaksanaan Eksekusi Ditangguhkan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 bahwa
selama berlangsungnya PKPU, maka debitur tidak dapat dipaksa untuk
membayar hutang-hutangnya serta semua tindakan eksekusi yang telah
dimulai guna mendapatkan pelunasan hutang tersebut juga harus
ditangguhkan.
5. Perkara yang Sedang Berjalan Ditangguhkan
Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004,
sebenarnya secara prinsip PKPU tidak menghentikan perkara yang sudah
mulai diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru. Akan
tetapi, terhadap perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran
suatu piutang yang telah diakui oleh debitur, sementara kreditur tidak
mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna
melaksanakannya kepada pihak ketiga setelah dicatatnya pengakuan
tersebut, maka hakim dapat menangguhkan pengambilan keputusan mengenai
hal tersebut hingga berakhirnya PKPU.
6. Debitur Tidak Boleh Menjadi Penggugat atau Tergugat
Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004,
Debitur yang telah ditunda kewajibannya pembayaran hutangnya tidak
boleh beracara di peradilan baik sebagai penggugat ataupun sebagai
tergugat dalam perkara yang berhubungan dengan harta kekayaannya,
kecuali dengan bantuan dari pihak pengurus.
7. Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku Bagi Kreditur Preferens
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 244 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004
bahwa PKPU tidak berlaku bagi tagihan dari kreditur separatis, atau
terhadap tagihan yang diistimewakan terhadap barang-barang tertentu
milik debitur. Maka jelas bahwa terhadap debitur dengan hak istimewa,
debitur juga harus membayar hutangnya secara penuh. Apabila pembayaran
hutang tidak mencukupi dari jaminan tersebut, kreditur preferen masih
mendapatkan haknya sebagai kreditur konkuren, termasuk di dalamnya hak
untuk mengeluarkan suara selama PKPU.
8. Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku terhadap Beberapa Jenis Biaya Penting
Dalam Pasal 244 dikatakan bahwa PKPU tidak berlaku terhadap beberapa jenis biaya tertentu (misal : tagihan yang dijamin dengan gadai)
9. Hak Retensi yang Dipunyai oleh Kreditur Tetap Berlaku
Bahwa
terhadap barang-barang yang ditahan oleh pihak kreditur wajib
dikembalikan ke dalam harta pailit dengan membayar terhadap hutang yang
bersangkutan jika hal tersebut menguntungkan harta pailit. (Pasal 245 UU No. 37 tahun 2004)
10. Berlaku Masa Penangguhan Eksekusi Hak Jaminan
Seperti
halnya kepailitan, PKPU juga mengenal apa yang disebut dengan masa
penangguhan pelaksanaan eksekusi hak jaminan hutang. Hanya saja lama
pelaksanaan masa penangguhannya berbeda dimana apabila kepailitan adalah
selama 90 hari, maka lama masa penangguhan dalam PKPU adalah 270 hari
(maksimum). Diatur dalam pasal 246 UU No. 37 Tahun 2004.
11. Bisa Dilakukan Kompensasi
Berdasarkan pada Pasal 247 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004,
kreditur dapat melakukan kompensasi atas hutang dan piutangnya terhadap
debitur asalkan hutang piutang tersebut sudah terjadi sebelum mulai
berlakunya PKPU.
12. Kepastian terhadap Perjanjian Timbal Balik
Dalam
PKPU, kreditur dapat meminta kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan
perjanjian yang sifatnya timbal balik dalam waktu tertentu. Akan tetapi
perlu juga diingat bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi perjanjian
timbal balik yang prestasinya harus dilakukan sendiri oleh pihak
debitur.
13. Perjanjian di Bursa Komoditi Berakhir
Berdasarkan pada Pasal 250 UU No. 37 Tahun 2004,
apabila telah dibuat suatu kontrak komoditi di bursa komoditi sementara
penyerahan barang akan dilakukan di waktu tertentu dimana debitur telah
mengajukan PKPU, maka kontrak tersebut menjadi hapus akan tetapi tidak
menghilangkan hak bagi lawan untuk mengajukan klaim ganti rugi.
14. Debitur Dapat Mengakhiri Sewa-Menyewa
Apabila
keputusan pengadilan niaga tentang PKPU sementara , pihak debitur
sebagai penyewa dapat mengakhiri sewa tersebut asalkan dilakukan
pemberitahuan untuk pemutusan sewa dengan jangka waktu sebagai berikut (Pasal 251 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 :
Jangka
waktu pemberitahuan sesuai dengan kontrak yang berlaku atau jika tidak
ada dalam kontrak, maka Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan
kelaziman setempat, atau Jangka waktu 3 bulan sudah dianggap cukup Akan
tetapi perlu diingat bahwa ketentuan ini hanya berlaku jika debitur
adalah pihak penyewa.
15. Dapat Dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja
Pasal 252 UU No. 37 Tahun 2004
mengatur tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal PKPU. Adapun ini
ditujukan untuk membantu debitor dalam melangsungkan kegiatan usahanya
selama PKPU dilakukan.
16. Pembayaran kepada Debitur yang Telah Memperoleh Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Membebaskan Harta Kekayaan
Salah
satu akibat hukum dari PKPU adalah dalam hal pembayaran yang dilakukan
kepada debitur yang ditunda kewajiban pembayaran hutangnya. Untuk hal
itu berlaku kewajiban sebagai berikut :
Pembayaran
atas hutang yang timbul sebelum putusan PKPU sementara dijatuhkan,
tetapi pembayarannya dilakukan setelah putusan PKPU dan tapi diumumkan.
Maka dalam hal ini tidak membebaskan si pembayar tersebut dari harta
kekayaan, kecuali dapat dibuktikan bahwa si pembayar tersebut tidak
mengetahui tentang telah adanya putusan PKPU tersebut
17. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan terhadap harta kekayaan tersebut
Apabila
hutang itu telah dibayarkan setelah adanya putusan PKPU sementara,
tetapi setelah adanya pengumuman sesuai dengan peraturan yang berlaku,
si pembayar juga tidak dibebaskan dari kewajibannya terhadap harta
kekayaan, kecuali :
a. Pembayar tidak mengetahui pengumuman PKPU sementara tersebut
b. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan bagi harta kekayaan.
Penundaan Pembayaran Hutang Tidak Berlaku untuk Peserta Debitur dan Kreditur Berdasarkan pada Pasal 254 UU No. 37 Tahun 2004,
sejauh yang menyangkut dengan para peserta debitur dan garantor
(penjamin), maka putusan PKPU dinyatakan tidak berlaku. Artinya garantor
tetap berkewajiban penuh sebagai garantor, demikian juga dengan pihak
peserta debitur untuk berkewajiban penuh sesuai kontrak dan / atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku
18. Tidak ada Actio Pauliana
Berdasarkan pada Pasal 1341 KUHPerdata,
yang dimaksud dengan Actio Pauliana adalah hak kreditor untuk
mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan
oleh debitor dengan nama apapun yang merugikan para kreditor sepanjang
dapat dibuktikan bahwa ketika perbuatan itu dilakukan baik debitor
maupun pihak dengan atau untuk siapa debitor itu berbuat mengetahui
bahwa perbuatan itu merugikan para kreditor. Adapun dalam hal PKPU,
Actio Pauliana tidak dapat dilakukan.
19. Perbuatan Debitur Tidak Dapat DIbatalkan oleh Kurator
Dalam hal PKPU, selama debitur diberikan kewenangan oleh pengurus sesuai dengan pasal 240 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004,
maka setelah debitur tersebut dinyatakan pailit, perbuatan debitur
tersebut haruslah dianggap sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh
kurator dan mengikat harta pailit
20. Penundaan Kewajban Pembayaran Hutang Dapat Dilakukan Berkali-kali
Tidak
ada larangan untuk melakukan penundaan hutang lebih dari satu kali bagi
debitur yang sama. Bahkan, apabila PKPU diajukan dalam 2 bulan semenjak
berakhirnya PKPU yang pertama, berlaku ketentuan sebagai berikut :
Jangka
waktu penangguhan eksekusi barang jaminan oleh pihak kreditur separatis
seperti yang dimaksud dalam PAsal 42 dan Pasal 44 UU No. 37 Tahun 2004
berlaku terhitung sejak permulaan berlakunya PKPU yang pertama.
Perbuatan
hukum yang telah dilakukan oleh debitur atas kewenangan yang diberikan
oleh pengurus dalam PKPU yang pertama, tetap berlaku terhadap PKPU yang
kedua
21. Berlaku Ketentuan Pidana
Apabila
debitur nekat atau karena ketidaktahuannya itu melakukan sendiri
hal-hal terkait pengurusan harta kekayaan tanpa sepengetahuan pengurus,
maka konsekuensinya adalah :
Perbuatan tersebut tidak membawa perngaruh terhadap harta debitur, kecuali membawa manfaat bagi harta debitur tersebut. (Pasal 240 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004)
Debitur dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan karena
melakukan pidana yang termasuk dalam pelanggaran terhadap ketertiban
umum
.
G. Berakhirnya PKPU
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diakhiri dengan berbagai macam cara, meliputi :
1. Karena kesalahan debitur
a.
Sekalipun PKPU secara tetap telah disetujui baik oleh kreditur
separatis maupun konkuren, PKPU tersebut dalam prosesnya dapat diakhiri
oleh pengadilan atas inisiatif atau permohonan dari :
1) Hakim Pengawas
2) Pengurus Satu atau lebih kreditur
3) Pengadilan Niaga
Dengan alasan sebagai berikut :
- Debitur melakukan pengurusan harta kekayaan dengan itikad buruk
- Debitur mencoba merugikan kreditur
b. Debitur melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 226 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, yaitu Karena melakukan pengurusan harta tanpa diberikan kewenangan oleh pengurus
c.
Debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan oleh
pengadilan niaga pada saat atau setelah PKPU ataupun lalai dalam
melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh para pengurus.
2. Keadaan harta debitor sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan PKPU
Keadaan debitur sudah sedemikian rupa sehingga tidak bisa diharapkan lagi untuk memenuhi kewajiban kepada kreditur.
3. Dicabut karena keadaan harta debitor sudah membaik
Berdasarkan pada pasal 259 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004,
apabila selama berlangsungnya PKPU debitur sudah merasa bahwa keadaan
hartanya sudah membaik sehingga dia sudah dapat melakukan
pembayaran-pembayaran atas hutang-hutangnya, maka debitur tersebut dapat
mengajukan kepada pengadilan niaga agar penangguhan kewajiban
pembayaran hutang dicabut. Tetapi dalam pencabutannya, Pengadilan niaga
juga akan memanggil pengurus berkenaan dengan pengabulan permohonan
pencabutan tersebut.
4. Karena tercapai perdamaian
Diatur dalam pasal 281 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.
Terjadi apabila rencana persetujuan telah disetujui oleh kreditur
konkuren dan kreditur separatis dan telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
5. Karena rencana perdamaian ditolak
Diatur dalam pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004. Terjadi apabila rencana perdamaian ditolak oleh kreditor separatis dan kreditor konkuren.
6. Karena perdamaian tidak disahkan oleh pengadilan niaga
Diatur dalam pasal 285 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004.
Hal ini dapat terjadi apabila : Harta debitur, termasuk hak retensi,
jauh lebih besar dari jumlah yang disetujui dalam perdamaian
7. Apabila pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
Perdamaian
itu tercapai karena adanya penipuan atau persekongkolan antara satu
dengan lain debitur, atau karena upaya-upaya tidak jujur yang lain Biaya
yang telah dikeluarkan oleh pengurus dan para ahli belum dibayar atau
tidak diberikan jaminan yang cukup untuk membayarnya.
8. Karena PKPU dibatalkan
Diatur dalam pasal 291 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004. Terjadi karena debitur lalai dalam melaksanakan isi perdamaian yang telah disepakati.
9. Masa PKPU terlampaui
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Apabila hingga batas waktu maksimal PKPU (270 hari), perdamaian belum juga memperoleh kekuatan yang pasti
10. Tidak tercapai perdamaian
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Apabila sampai denga hari yang ke-270, rencana perdamaian belum juga disetujui oleh para kreditur.
11. Karena PKPU secara tetap tidak disetujui oleh kreditur
Diatur dalam pasal 230 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.
Proses PKPU dapat juga diakhiri apabila setelah jangka waktu 45 hari
(jangka waktu untuk penundaan sementara kewajiban pembayaran hutang)
para kreditur konkuren tidak menyetujui diberikannya PKPU secara tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. Dr., S.H., M.H., LL.M., Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek,
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
Jono, S.H., Hukum Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008
Sjahdeini, Sutan Remy. Prof.,Dr.,SH, Hukum Kepailitan Memahami Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.