Pasal 374 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) :
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
R. Soesilo dalam “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menyatakan bahwa pasal ini biasa disebut dengan “Penggelapan dengan Pemberatan”, di mana pemberatannya adalah dalam hal :
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
R. Soesilo dalam “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menyatakan bahwa pasal ini biasa disebut dengan “Penggelapan dengan Pemberatan”, di mana pemberatannya adalah dalam hal :
- terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking), misalnya perhubungan antara majikan dan pembantu rumah tangga atau majikan dan buruh
- terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya (beroep), misalnya tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya, tukang jam, sepatu, sepeda, dsb menggelapkan sepatu, jam dan sepeda yang diserahkan kepadanya untuk diprbaiki
- karena mendapat upah uang (bukan upah berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya.
Jadi, Pasal 374 KUHP adalah merupakan pasal yang mengatur “Penggelapan dengan Pemberatan” sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Mengenai unsur subyektif dan obyektif, kami mengutip penjelasan dalam buku “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (2002:218), S.R Sianturi menyatakan bahwa subyek tindak pidana adalah manusia, hal ini disimpulkan dari:
Mengenai unsur subyektif dan obyektif, kami mengutip penjelasan dalam buku “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (2002:218), S.R Sianturi menyatakan bahwa subyek tindak pidana adalah manusia, hal ini disimpulkan dari:
- perumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan istilah: barangsiapa, warga negara Indonesia, nakhoda, pegawai negeri dsb.
- Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana yang diatur dengan mensyaratkan “kejiwaan”.
- Ketentuan mengenai pidana denda yang hanya manusia yang mengerti akan nilai uang.
Sedangkan mengenai unsur obyektif, S.R Sianturi dalam buku yang sama (2002: 211) menyatakan bahwa unsur obyektif ditafsirkan pada suatu tempat, waktu, dan keadaan. Artinya, tindakan tersebut harus terjadi pada suatu tempat di mana ketentuan pidana berlaku, belum daluarsa, dan merupakan tindakan tercela.
Jadi, didasarkan pada penjelasan tersebut di atas, yang dimaksud unsur subyektif adalah manusia (pelaku/penindak), sedangkan unsur obyektif diartikan sebagai tindakan yang didasarkan pada waktu, tempat, dan keadaan.
Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) :
Jadi, didasarkan pada penjelasan tersebut di atas, yang dimaksud unsur subyektif adalah manusia (pelaku/penindak), sedangkan unsur obyektif diartikan sebagai tindakan yang didasarkan pada waktu, tempat, dan keadaan.
Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) :
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menyatakan bahwa Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian tetapi pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut, sudah ada di tangannya tidak dengan jalan kejahatan/melawan hukum. Sehingga, dalam hal ini, jika kita jabarkan unsur-unsur penggelapan yang harus terpenuhi adalah :
R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menyatakan bahwa Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian tetapi pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut, sudah ada di tangannya tidak dengan jalan kejahatan/melawan hukum. Sehingga, dalam hal ini, jika kita jabarkan unsur-unsur penggelapan yang harus terpenuhi adalah :
- Barang siapa (ada pelaku);
- Dengan sengaja dan melawan hukum;
- Memiliki barang sesuatu yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain;
- Barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);