Pada prinsipnya suatu perjanjian hutang piutang adalah hubungan
keperdataan antara debitur dengan kreditur. Dalam hal pihak yang
berhutang kemudian melanggar janji pengembalian uang, maka hal tersebut
merupakan peristiwa ingkar janji (wanprestasi).
Wanprestasi ini pada dasarnya dapat terjadi karena 3 hal:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:
“Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”
Dalam kasus yang terkait dengan adanya perjanjian, maka harus diketahui apakah niat untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan suatu nama palsu, tipu daya atau rangkaian kebohongan, sudah ada sejak awal, sebelum dibuatnya perjanjian (atau diserahkannya uang tersebut). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dalam perjanjian setelah dibuatnya perjanjian, maka hal tersebut merupakan wanprestasi.
Wanprestasi ini pada dasarnya dapat terjadi karena 3 hal:
- Melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian;
- Terlambat memenuhi kewajiban;
- Melakukan kewajiban (misalnya pembayaran) namun masih kurang atau baru sebagian; atau
- Tidak memenuhi kewajiban sama sekali.
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
- Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang;
- Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)
“Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”
Dalam kasus yang terkait dengan adanya perjanjian, maka harus diketahui apakah niat untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan suatu nama palsu, tipu daya atau rangkaian kebohongan, sudah ada sejak awal, sebelum dibuatnya perjanjian (atau diserahkannya uang tersebut). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dalam perjanjian setelah dibuatnya perjanjian, maka hal tersebut merupakan wanprestasi.