Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu) Kompetensi dari suatu pengadilan
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis
dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan jenis dan lingkungan
pengadilan dibedakan atas Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan
Agama, dan
Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Administrasi). Sedangkan berdasarkan
tingkatannya pengadilan terdiri atas Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan
Tinggi (Banding), dan
Mahkamah Agung (Pengadilan Tingkat Kasasi).
Dengan demikian jumlah pengadilan
tingkat pertama ditentukan oleh jumlah pemerintah daerah tingkat II
(Kabupaten/Kotamadya) yang ada, jumlah pengadian tingkat tinggi (banding)
sebanyak jumlah pemerintahan tingkat I (provinsi),
Sedangkan Mahkamah Agung
(kasasi) hanya ada di ibukota Negara sebagai puncak dari semua lingkungan
peradilan yang ada.
Ada beberapa cara untuk mengetahui
kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara : pertama, dapat dilihat dari pokok sengketanya kedua dengan melakukan pembedaan atas
atribusi dan delegasi. ketiga dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Dapat dilihat dari pokok
sengketanya, apabila pokok sengketanya terletak dalam lapangan hukum privat,
maka sudah tentu yang berkompetensi adalah hakim biasa (hakim pengadilan umum).
Apabila pokok sengketanya terletak dalam lapangan hukum publik, maka sudah
tentu yang berkompetensi adalah administrasi negara yang berkuasa (hakim PTUN).
Menurut Sjarah Basah pembagian
kompetensi atas atribusi dan delegasi dapat dijelaskan melalui bagan nerikut:
a.
Atribusi berkaitan dengan pemberian wewenang
yang bersifat bulat (absolut) mengenai materinya, yang dapat
dibedakan:
1) Secara horizontal, yaitu wewenang yang
bersifat bulat dan melekat dari suatu jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai
kedudukan sederajat/setingkat. Contoh; Pengadilan Administrasi terhadap
Pengadilan Negeri (Umum), Pengadilan Agama atau Pengadilan Militer.
2) Secara vertikal, yaitu wewenang yang bersifat bulat
dan melekat dari suatu jenis pengadilan terhadap jenis pengadilan lainnya, yang
secara berjenjang atau hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi. Contoh;
Pengadilan Negeri (Umum) terhadap Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
b. Distribusi berkaitan dengan pemberian wewenang,
yang bersifat terinci (relatif) di antara badan-badan yang sejenis mengenai
wilayah hukum. Contoh; Pengadilan Negeri Bandung dengan Pengadilan Negeri
Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.
Pembagian yang lain adalah pembagian atas kompetensi
Absolut dan Kompetensi Relatif.
a.
Kompetensi Absolut
Menyangkut kewenangan badan peradilan apa untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara; sebagaimana diketahui berdasarkan pasal
10 UU 35/1999 kita mengenal 4 (empat) lingkungan
peradilan, yakni; peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara.
1) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Umum adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara
perdata, kecuali suatu peraturan perundang-undangan menentukan lain (Pasal 50
UU 2/1999).
2) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Agama adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara-perkara orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan,
warisan, wasiat, hibah, waqaf, dan shadaqah (Pasal 49 UU 50/2009).
3) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Militer adalah memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara-perkara pidana yang dilakuka oleh anggota militer (baik dari
angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara , dan kepolisian).
4) Kompetensi
absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum
perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 ayat 4 UU 09/2004 PTUN) dan tidak dikeluarkannya
suatu keputusan yang dimohonkan yang dimohonkan seseorang sampai batas waktu
yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu
telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan (Pasal 3 UU 09/2004 PTUN).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
atribusi dari Sjarah Basah itu sama dengan kompetensi absolut dan untuk istilah
delegasi adalah sama dengan kompetensi relatf.
. Contoh
:
Suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anggota ABRI maka pengadilan
yang berwenang untuk mengadili adalah Pengadilan Militer
Kewenangan Relatif
Pengadilan
Kewenangan relatif pengadilan
merupakan kewenangan lingkungan peradilan tertentu berdasarkan yurisdiksi
wilayahnya, yaitu untuk menjawab pertanyaan “Pengadilan Negeri wilayah mana
yang berwenang untuk mengadili suatu perkara?”. Dalam hukum acara perdata,
menurut pasal 118 ayat (1) HIR, yang berwenang mengadili suatu perkara perdata
adalah Pengadilan Negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal tergugat (actor sequitur forum rei). Mengajukan
gugatan pada pengadilan diluar wilayah hukum tempat tinggal tergugat, tidak
dibenarkan.
Persoalannya adalah, bagaimana
jika seorang tergugat memiliki beberapa tempat tinggal yang jelas dan resmi.
Dalam hal ini, penggugat dapat mengajukan gugatan ke salah satu PN tempat
tinggal tergugat tersebut. Misalnya, seorang tergugat dalam KTP-nya tercatat
tinggal di Tangerang dan memiliki ruko di sana, sementara faktanya ia juga
tinggal di Bandung. Dalam hal demikian, gugatan dapat diajukan baik pada PN di
wilayah hukum Tangerang maupun Bandung. Dengan demikian, titik pangkal
menentukan PN mana yang berwenang mengadili perkara adalah tempat tinggal
tergugat dan bukannya tempat kejadian perkara (locus delicti) seperti
dalam hukum acara pidana.
Dalam hal suatu perkara memiliki
beberapa orang tergugat, dan setiap tergugat tidak tinggal dalam suatu wilayah
hukum, maka penggugat dapat mengajukan gugatan ke PN yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal salah seorang tergugat. Kepada penggugat diberikan hak
opsi, asalkan tergugat terdiri dari beberapa orang dan masing-masing tinggal di
daerah hukum PN yang berbeda.
Jika tergugat terdiri lebih dari
satu orang, dimana tergugat yang satu berkedudukan sebagai debitur pokok (debitur
principal) sedangkan tergugat lain sebagai penjamin (guarantor),
maka kewenang relatif PN yang mengadili perkara tersebut jatuh pada PN yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal debitur pokok tersebut.
Opsi lainnya adalah gugatan
diajukan kepada PN yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat,
yaitu dengan patokan apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Agar
tidak dapat dimanipulasi oleh penggugat, tidak diketahuinya tempat tinggal
tergugat itu perlu mendapat surat keterangan dari pejabat yang bersangkutan
yang menyatakan bahwa tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Misalnya, surat
keterangan dari kepala desa.
Jika obyek gugatan mengenai
benda tidak bergerak (benda tetap), misalnya tanah, maka gugatan diajukan
kepada PN yang daerah hukumnya meliputi benda tidak bergerak itu berada. Jika
keberadaan benda tidak bergerak itu meliputi beberapa wilayah hukum, maka
gugatan diajukan ke salah satu PN atas pilihan penggugat. Namun jika perkara
itu merupakan perkara tuntutan ganti rugi berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum
(PMH) pasal 1365 KUHPerdata yang sumbernya berasal dari obyek benda tidak
bergerak, maka tetap berlaku asas actor sequtur forum rei (benda tidak
bergerak itu merupakan “sumber perkara” dan bukan “obyek perkara”). Misalnya,
tuntutan ganti rugi atas pembaran lahan perkebunan.
Dalam perjanjian, terkadang para
pihak menentukan suatu PN tertentu yang berkompetensi memeriksa dan mengadili
perkara mereka. Hal ini, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, bisa saja
dimasukan sebagai klausul perjanjian, namun jika terjadi sengketa, penggugat
memiliki kebebasan untuk memilih, apakah PN berdasarkan klausul yang ditunjuk
dalam perjanjian itu atau berdasarkan asas actor sequtur forum rei.
Jadi, domisili pilihan dalam suatu perjanjian tidak secara mutlak menyingkirkan
asas actor sequitur forum rei, dan tergugat tidak dapat melakukan
eksepsti terhadap tindakan tersebut.
CONTOH
:
Suatu tindak pidana
yang terjadi di Cimahi maka yang berwenang untuk mengadili adalah Pengadilan
Negeri Bale Bandung.Semoga bermanfaat.