Jika pewaris atau orang tua masih hidup, dapat dilakukan suatu pembagian
harta warisan dengan cara pembuatan hibah wasiat. Mungkin kita sudah
mengenal hibah wasiat secara mendalam, tetapi ada yang lebih penting
daripada hanya sekedar mengetahui apa itu hibah wasiat, yakni prosedur
atau tata cara membuat hibah wasiat.
Hibah wasiat menurut Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(“KUHPerdata”) ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.
Hibah wasiat menurut Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(“KUHPerdata”) ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.
Menurut Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dalam bukunya yang berjudul
Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Mengatasi Masalah Hukum Pertanahan
(hal. 63), pada dasarnya, hibah wasiat adalah sama dengan hibah biasa,
tetapi ada satu hal penting yang menyimpang dari hibah biasa, yaitu
ketentuan bahwa pemberi hibah masih hidup. Sedangkan dalam hibah wasiat,
pemberian hibah justru baru berlaku pada saat pemberi hibah meninggal
dunia.
Pembuatan surat wasiat diatur di dalam Buku ke-2 Bab XIII Bagian Empat
mengenai Bentuk Surat Wasiat KUHPerdata. Bentuk-bentuk surat wasiat
tersebut, antara lain:
- Wasiat Olografis, ditulis tangan dan ditandatangani oleh
pewaris sendiri kemudian dititipkan kepada notaris (lihat Pasal 932-937
KUHPerdata);
- Surat wasiat umum atau surat wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaris (lihat Pasal 938-939 KUHPerdata);
- Surat wasiat rahasia atau tertutup pada saat penyerahannya,
pewaris harus menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika dia
sendiri yang menulisnya ataupun jika ia menyuruh orang lain menulisnya;
kertas yang memuat penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai
untuk sampul, bila digunakan sampul, harus tertutup dan disegel
(lihatPasal 940 KUHPerdata).
Dalam hal pembuatan surat wasiat, perlu adanya saksi dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pada pembuatan surat wasiat olografis dibutuhkan dua orang
saksi. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut, pada saat pewaris
menitipkan surat waris, kemudian notaris langsung membuat akta penitipan
(akta van de pot) yang ditandatangani oleh notaris, pewaris, serta dua
orang saksi dan akta itu harus ditulis di bagian bawah wasiat itu bila
wasiat itu diserahkan secara terbuka, atau di kertas tersendiri bila itu
disampaikan kepadanya dengan disegel.
- Pada pembuatan surat wasiat dengan akta umum dibutuhkan dua
orang saksi. Proses pembuatan surat wasiat dengan akta umum dilakukan di
hadapan notaris yang kemudian ditandatangani oleh pewaris, notaris dan
dua orang saksi.
- Pada pembuatan surat wasiat dengan keadaan tertutup dibutuhkan
empat orang saksi. Prosesnya yaitu pada saat penyerahan kepada notaris,
pewaris harus menyampailkannya dalam keadaan tertutup dan disegel
kepada Notaris, di hadapan empat orang saksi, atau dia harus menerangkan
bahwa dalam kertas tersebut tercantum wasiatnya, dan bahwa wasiat itu
ditulis dan ditandatangani sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan
ditandatangani olehnya.
Dalam hal pembuatan surat wasiat oleh Ibu pada saat kedua orang tua
masih hidup, perlu adanya persetujuan dari Ayah. Hal ini mengacu pada
pengaturan mengenai harta bersama, yaitu:
Pasal 36 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), yang berbunyi:
Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak” ();
Akan tetapi, apabila rumah tersebut adalah harta bawaan Ibu, maka tidak
perlu adanya persetujuan dari Ayah. Hal ini mengacu pada pengaturan
mengenai harta bawaan yaitu:
Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan, yang berbunyi:
Mengenai harta bawaan masing-masing,suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum untuk harta bendanya.
Dalam pembuatan surat wasiat harus dilakukan atau dititipkan kepada
notaris. Dengan demikian, surat wasiat harus dibuat dengan akta otentik
sesuai dengan pengaturan pada Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi:
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23);
2. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;