A.
Pengertian Sistem Hukum
Pengaruh agama Masehi
bagi orang-orang Kristen khusus terletak dilapangan perkawinan; walaupun
didalam hukum adat Poligami diakui, oleh agama Masehi dilarang perkawinan di
antara seorang lelaki dengan lebih daripada seorang perempuan pada satu waktu
yang tertentu . Khusu untuk orang-orang Indonesia yang beragama Kristen
ditetapkan Huwelijks ordonnantie Christen
Indonesiers Java, Minahasa en Amboina , yaitu suatu ordonansi yang
menyampingkan hukum adat Perkawinan dan memberikan perarutan-peraturan yang
tegas terhadap perkawinan orang-orang Indonesia yang beragama Kristen
Pandangan hukum sebagai
sistem adalah pandangan yang cukup tua, meski arti “sistem”
dalam
berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak juga
seragam . Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum yang mereka
kemukakan di dalamnya terdapat suatu sistem . Asumsi umum mengenai sistem
mengartikan kepada kita secara langsung bahwa jenis sistem hukum tersebut telah
ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh sistem jenis manapun juga
. Dengan demikian, huum merupakan sistem berarti bahwa hokum itu merupakan
tatanan, di mana hokum merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari
bagian-bagian atau unsure-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain . Dengan
begitu, yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsure-unsur yang mempunyai interaksi
satu sama lain dan bekerja untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut .
Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan
tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu .
Dalam sistem hukum yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau
tumpang tindih di antara bagian-bagian yang ada . Jika pertentangan atau
kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu sendiri yang menyelesaikan hingga
tidak berlarut . Hukum yang merupakan
sistem tersusun atas sejumlah bagian yang masing-masing juga merupakan sistem
yang dinamakan subsistem . Kesemuanya itu bersama-sama merupakan satu kesatuan
yang utuh . Kesatuan tersebut diterapkan terhadap konplesitas unsure-unsur
yuridis seperti peraturan hokum, asas-asas hukum dan pengertian hukum .
Sehingga di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan
atau kontradiksi antara bagian-bagian yang ada pada peraturan hukum, asas-asas
hukum dan pengertian hukum . Kalau
sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh dan didalam sistem
(hukum) itu.
Setiap sistem mengandung beberapa
sas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya dan dapat dikatakan bahwa suatu
sistem adalah tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Dengan demikian
sifat sistem ini menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan
komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional . Jadi kalau dikatakan bahwa hukum sebagai
suatu sistem; artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan
hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain
. Seperti dalam hukum perdata sebagai
sistem hukum positif misalkan, sebagai keseluruhan hokum, di dalamnya terdiri
dari bagian-bagian yang mengatur tentang hidup manusia sejak lahir sampai
meninggal dunia . Dari bagian-bagian itu
bisa dilihat kaitan aturannya sejak seseorang dilahirkan, hidup sebagai manusia
yang memiliki hak dan kewajiban, suatu waktu keinginan untuk melanjutkan
keturunan dilaksanakan dengan memberikan keluarga, di dalam kehidupan
sehari-hari manusia itu memiliki kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan dengan
baik dan pada saat meninggal dunia semuanya akan ditinggalkan untuk diterimakan
lajut vagi yang berhak .
Dari bagian-bagian sistem hukum
perdata itu ada aturan-aturan hukumnya yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia dalam
pengembangan keturunan yang disebut dengan “
hukum perkawinan”, sedang harta peninggalan yang dimiliki dan dipertahankan
dengan baik itu dibagikan kepada yang berhak ialah disebut ahli waris yang
diatur dalam “hukum waris” . Sehingga
pengaturan didalam hukum perdata pada bagian-bagian system hukumnya itu secara teratur
dan keseluruhannya merupakan peraturan hidup manusia dalam keperdataan yang
berkaitan dengan hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya . Oleh karena
itu, pembagian sistem hukum menjadi bagian-bagian merupakan cirri sistem hukum
. Untuk dapat mengadakan pembagian harus ada kriteriumnya sebagai cirri dari
sistem hukum . Dimana kriterium merupakan prinsip dasar pembagian . pembagian
hukum yang lazim diadakan ialah: Hukum
materiil-Hukum formiil;dan Hukum Publik-Hukum
privat .
B. Ciri-ciri Sistem Hukum Indonesia
Terlebih dahulu untuk
diungkapkan yang menjadi cirri sistem hukum Indonesia sebelum kita membicarakan
unsur-unsur sistem hokum, ialah bentuk sistem hukum Indonesia yang menjadi
cirri di dalam bentuk sistem hukum yang dianutnya . Secara garis besar sistem hukum
yang sering manjadi cirri pada bentuk hukum ialah dengan sistem terbuka dan
tertutup . Yang dimaksud dengan sistem tertutup adalah sistem yang terisolir sama sekali dari lingkungan . Batas-batasnya (boundaries) tertutup bagi pertukaran
informasi dan energi yang ada pada lingkungan sosial . Sehingga dalam sistem
hukum yang bersifat tertutup tidak memasukkan factor-faktor yang ada pada pusat
informasi dan energi disekitar lingkungan kehidupan masyarakat, yang merupakan
sumber-sumber luar yang mempengaruhi sistem hukum itu sendiri. Oleh Karenanya
sistem hukum tertutup dapat mengalami entropi yang bergerak ke arah
disorganisasi atau kematian .
Sedangkan yang dimaksud dengan
sistem hukum terbuka, dikatakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa sistem terbuka mempunyai hubungan timbale
balik dengan lingkungannya. Dimana sistem hukum merupakan satu kesatuan
unsur-unsur (yakni peraturan dan penetapan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya . Dan sebaliknya sistem
hukum mempengaruhi faktor-faktor diluar sistem hukum tersebut .
Peraturan-peraturan hukum terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karena
itu selalu terjadi perkembangan . Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem
hukum Indonesia berbentuk sistem terbuka . Kenyataan ini tidak berarti bahwa
tidak terdapat perbedaan tatanan diantara kaidah-kaidah hukum . Seperti
sekelompok kaidah hukum tertentu memang memiliki sifat lebih umum ketimbang
suatu kelompok lainnya . Dalam kerangka itu kita sudah menetapkan asas hukum
sebagai suatu jenis khusus kaidah hukum, yakni kaidah penilaian yang memiliki
cirri suatu derajat keumuman yang lebih tinggi .
Meskipun dikatakan bahwa sistem
hukum itu terbuka, namun didalam sistem hukum itu ada bagian-bagian yang
sifatnya tertutup . Ini berarti bahwa pembentuk Undang-Undang tidak member
kebebasan untuk membentuk hukum . Hukum keluargan dan Hukum benda merupakan
sistem tertutup, yang berarti bahwa lemabaga-lembaga hukum dalam hukum keluarga
dan benda jumlah dan jenisnya tetap . Tidak dimungkinkan orang menciptakan
hak-hak kebendaan baru kecuali oleh pembentuk Undang-undnag . Sebaliknya hukum
perserikatan sisemnya terbuka; setiap orang bebas untuk membuat jenis
perjanjian apapun di luar yang ditentukan oleh Undang-undang . Oleh sebab itu
bervariasinya aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum sudah dapat
menghalangi bahwa mereka akan dapat dikumpulkan menjadi satu kesatuan, tanpa
menimbulkan erugian pada isinya .
Dimana berbagai asas hukum yang ada
pada landasan (basis) suatu sistem
hukum menghalangi tersusunnya suatu keseluruhan yang tertutup . Nilai-nilai,
yang memperoleh bentuk dalam asas-asas hukum, mengajukan (tuntutan) berbagai syarat pada sistem itu, yang tidak dapat
semuanya pada waktu yang bersamaan diwujudkan . Pada akhirnya berbagai
kepentingan kemasyarakatan dan tujuan politik memainkan peranan di dalam hukum,
yang seringkali bertentangan . Semua itu
dengan derajat yang berubah-ubah dan dengan cara yang berbeda-beda berpengaruh
dalam praktek hukum, yang mengakibatkan bahwa bertolak dari praktek, orang
tidak mungkin akan sampai pada suatu sistem hukum terunifikasi secara penuh (volledig uniform rechtssysteem) . Karena
itu, sistem hukum memiliki cirri sebagai suatu sistem terbuka, yang didalamnya
orang hanya dapat menunjukan di sana sini ada perkaitan . Karena hukum itu
berisi peraturan-peraturan hukum yang sifatnya tidak lengkap dan tdak mungkin
lengkap .
C. Unsur-unsur Dalam Sistem Hukum
Indonesia
Sistem
hukum Indonesia yang menjadi ciri sangat dipengaruhi oleh bentuk sistem hukum
yang melingkupinya terutama sistem hukum di dunia yang sekarang ini berlaku di
belahan penjuru dunia . Secara garis besar system hokum yang sekarang berlaku
dan mempengaruhi pada sistem hukum diberbagai negara dapat digolongkan menjadi
dua macam cirri sistem hukum yaitu: (1). Sistem
hukum Kontinental ; dan (2). Sistem
hukum Anglo saxon . Adapun selain dari kedua sistem itu, yang menjadi ciri
pada sistem hukum Indonesia ialah: (1). Sistem
hukum Islam; dan (2). Sistem hukum
Adat . Dari masing-masing kedua sistem hukum tersebut berkembang pesat pada
berbagai negara terutama negara-negara maju di dataran Eropa maupun negara
berkembang yang mengikuti sistem itu .
Sedangkan penggolongan dari kedua
yang terakhir dari system berikutnya ini merupakan unsure dari system hokum
Indonesia sebagai cirri yang melekat pada sumber-sumber hokum di Indonesia .
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa ketiga system tersebut sangat berpengaruh
dan sangat dominan dalam system hokum Indonesia terhadap eksistensinya atas
pembuatan peraturan hokum positif, ketika system hokum Indonesia bercirikan
pada system terbuka .
1.
Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang di
negara-negara Eropa daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law” . Sebenarnya
semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku dikekaisaran Romawi pada masa
pemerintahana Kaisar Justinianus abad VI SM . Peraturan-peraturan hukumnya
merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa justinianus
yang kemudian disebut “Corpus Juris
Civilis” . Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu dijadikan dasar
perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman,
Belanda, Prancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia
pada masa penjajahan pemerintah Belanda .
Prinsip utama yang menjadi dasar
sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk Undang-undang dan tersusun secara sistematik didalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu . Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama
yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum . Dan kepastian hukum hanya
dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup
diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis . Dengan tujuan hukum itu
dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum . Hakim hanya berfungsi
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya .
Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja (doktrins res ajudikata)
.
Sejalan
dengan pertumbuhan dengan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak
kepada unsur kedaulatan (sovereignty)
nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber
hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah Undang-undang yang
dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif . Selain itu juga diakui
peraturan-peraturan yang dibuat pemegang kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan
oleh Undang-undang dan kebiasaan-kebiasaan
yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak
bertentangan dengan Undang-undang . Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka
sistem hukum Eropa Kontinental penggolongan ada dua yaitu penggolongan ke dalam
bidang : (a). Hukum publik; dan (b). Hukum privat .
Dimana hukum publik mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang pengusa/negara
serta hubungan-hubungan antara masyarakat dengan negara . sedangkan hukum
privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya .
2.
Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo Saxon, yang
kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo
Amerika”, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut
sebagai sistem “Common Law” dan sistem
“Unwritten Law” (tidak tertulis) .
Walaupun disebut sebagai unwritten law
tetapi tidak sepenuhnya benar, karena didalam sistem hukum ini dikenal pula adanya
sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes)
. Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum
positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negar Asia
yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di
Amerika Serikat sendiri .
Sumber hukum dalam sistem hukum
Anglo Amerika ialah putusan-putusan hakim
atau pengadilan (judicial decisions) . Melalui putusan-putusan hakim yang
mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum . Di samping putusan hakim, maka
kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis Undang-undang dan
peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak landasan bagi
terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan
didalam pengadilan . Sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan
administrasi negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu
seperti dalam sistem hukum Eropa Kontinental .
Selain itu juga di dalam sistem
hukum Anglo Amerika adanya peranan yang diberikan kepada seorang hakim berbeda
dengan sistem hukum Eropa Kontinental . Hakim berfunsi tidak hanya sebagai
pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja,
melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan
peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang
akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menentukan perkara yang
sejenis . Dimana dalam sistem hukum Anglo Saxon putusan hakim yang diikuti
hakim yang lain dalam perkara yang sejenis dan serupa tapi tidak persis sama
seringkali disebut dengan “hukum
yurisprundensi” .
Sistem hukum Anglo Amerika menganut
suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the
doctrine of precendent/strate decisis”, yang pada hakekatnya menyatakan
bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan
putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari
perkara sejenis sebelumnya (precedent)
. Dalam hal tidak ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang
telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai
keadilaan, kebenaran dan akal sehat (common
sense) yang dimilikinya .
Dalam perkembanganya, sistem hukum
Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian “hukum
publik” dan “hukum privat” .
Pengertian yang diberikan kepada hokum publik hampir sama dengan pengertian
yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental . Sedangkan bagi hukum
privat pengertian yang diberika oleh sistem hukum Anglo Saxon agak berbeda
dengan pengertian yang diberika oleh sistem hukum Eropa Kontinental . Dimana
kalau didalam sistem hukum Eropa Kontinental hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata
dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu, maka bagi sistem
hukum Anglo Amerika pengertian hukum
privat lebih ditunjukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of person), hukum perjanjian (law of contract), dan hukum tentang
perbuatan melawan hukum (law of torts)
yang tersebar didalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan
hukum kebiasaan .
3.
Sistem Hukum Adat
Sistem
hukum adat terdapat dan berkembang di lingkunagn kehidupan sosial terutama di
masyarakat Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain yang ada di belahan dunia
Asia dan Afrika . Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah
“Adatrecht” yang dikemukakan oleh
Snouck Hurgronye . Sistem hukm adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan
hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan
kesadaran hukum masyarakatnya . Sifat hukum adat adalah tradisonal dengan berpangkal pada kehendak nenek moyang . Tolak
ukur keinginan yang akan dilakukan oleh manusia ialah kehendak suci dari nenek
moyangnya . Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial
yang silih berganti . Karena sifanya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan
dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastik sifatnya . Karena
sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri .
Dengan begitu, sumber hukum adat
bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya . Dan hukum
adat itu mempunyai tipe yang bersifat tradisional dengan berpangkal kepada
penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu . Oleh sebab
itu, perubahan dalam hukum adat sering kali tidak dapta diketahui bahkan
kadang-kadang tanpa disadari masyarakat, karena terjadi pada situasi sosial
tertentu didalam kehidupan sehari-hari . Keadaan ini berbeda dengan hukum yang
peraturan-pearaturannya ditulis dan dikodifikasi dalam sebuah kitab
Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat diubah secara
cepat untuk penyesuian dalam situasi sosial tertentu, karena dalam perubahannya
masih diperlukan alat pengubah melalui perangkat alat-alat perlengkapan Negara
yang berwenang untuk itu dibutuhkan peraturan perundangan yang baru .
Berdasarkan sumber hukum dan tipe
hukum adat itu, maka sistem hukum adat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu :
a. Hukum
adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban
dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja
alat-alat perlengkapan, jabata-jabatan, dan penjabatnya .
b. Hukum
adat mengenai warga (hukum warga)
terdiri dari :
1. Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
2. Hukum tanah;
3. Hukum perutangan .
c. Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
Yang berperan melaksanakan system
hokum adat ini ialah Pemangku Adat sebagi pemimpin yang sangat disegani, besar
pengaruhnya dalam lingkingan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup
sejahtera masyarakat yang dipimpinnya . Pemangku Adat itu dianggap sebagai
orang yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan serta selalu
ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan kepercayaan kepada nenek moyang
.
4. Sistem Hukum Islam
Sistem
hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain di
Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika secara individual atau kelompok, dimana
perkembangan Islam di negara-negara kawasan Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika
disebabkan oleh penyebaran agama Islam itu sendiri . Sedangkan untuk beberapa negara
di Asia dan Afrika perkembanganya sesuai dengan pembentukan negara itu dalam
melandaskan kehidupan kebangsaan dan kenegaraannya yang berasaskan ajaran Islam
. Namun bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya beragama
Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara, karena asas pembentukan negara
bukanlah menganut ajaran Islam, melainkan Pancasila . Namun demikian, bukan
berarti bahwa bangsa Indonesia dalam sistem hukumnya tidak terpengaruh oleh
ajaran Islam, melainkan hukum Islam merupakan salah satu sumber dari hukum
nasional Indonesia . Dimana sistem hukum Islam bersumber hukum kepada :
a. Al-Quran,
yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dengan pelantaraan malaikat Jibril .
b. As-Sunnah,
ialah semua yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan,
atau pengakuan terhadap suatu perbuatan yang dilakukan para sahabat (qauliyyah, fi’liyyah, ataupun tagririyyah) .
c. Ijma,
adalah kesepakatan para ulama besar terdahulu tentang suatu hal cara hidup yang
ketentuannya belum dijelaskan secara rinci oleh Al-Quran dan As-Sunnah .
d. Qiyas,
adalah Analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua atau lebih
kejadian untuk ditarik kesimpulan yang memunculkan hukum yang baru .
Ajaran agama Islam dengan sengaja
diturunkan oleh Allah SWT dengan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad
SAW dengan maksud menyusun ketertiban dan keamanan serta keselamatan umat
manusia . Karena itu dasar-dasar hukumnya mengatur mengenai segi-segi
pembangunan, politik, sosial ekonomi dan budaya disamping hukum-hukum pokok
tentang kepercayaan dan kebaktian atau ibadat kepada Allah SWT . Karena itu
Berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum Islam dalam ilmu fiqih (hukum fiqih) terdiri dari dua hukum
pokok, yaitu :
1. Hukum
Rohaniah, lazim disebut “ibadah”, yaitu
cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktiaan terhadap Allah SWT, seperti
sholat, puasa, zakat, dan haji .
2. Hukum
Duniawi, terdiri dari :
a. Muamalat,
yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam
bidang jual-beli, sewa-menyewa, perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan, hak
milik, hak kebendaan, dan hubungan ekonomi pada umumnya .
b. Nikah,
yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari
syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan
monogami dan akibat-akibat hokum perkawinan .
c. Jinayat,
yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman terhadap hokum Allah SWT dan perbuatan
tindak pidana kejahatan .
A. Sebuah Contoh Tentang Pengaruh Agama
Terhadap Hukum
Adolf
Schnitzer dalam karyanya Vergleichende
Rechtslehre (1961), pada bagian yang menjelaskan tentang keluargan hukum
yang ada diberbagai negara, yang disebutnya ada lima, yaitu :
Keluarga hukum daerah Roman, Germania,
Slavia, Anglo-Amerika, dan negara-negara Afro-Asia . Beliau menambahkan adanya
hukum agama yang sangat berpengaruh yakini hukum Yahudi, hukum Kristen, dan
hukum Islam .
Di
Indonesia, terutama di lapangan hukum perdata khususnya perdata adat, tampak
sekali besarnya pengaruh institusi Islam, termasuk hukumnya ke dalam hukum adat
Indonesia . Malahan penelaah-penelaah Belanda pada zaman Hindia Belanda, sebelum
C. Van Vollenhoven seperti L.W.C. Van den Berg mengangap bahwa hokum adat
(Indonesia) sebenarnya adalah hukum Islam yang diterapkan dalam pergaulan hidup
pedesaan, di daerah-daerah hukum adat . Sekalipun kemudian diketahui bahwa pada
kenyataannya pandangan ini keliru, namun tidak dapat disangkal bahwa agama
Islam besar pengaruhnya hukum perdata adat . Di bawah ini akan diuraikan hal
tersebut ekedar sebagai contoh mengenai kenyataan ini . Mengenai pengaruh Islam
terhadap hukum adat diperbincangkan oleh Prof.Mr.J.Prins, dalam karya tulisnya Adat en Islamitische Plichtenleer in
Indonesia, Prins berusaha membuktikan bahwa hubungan diantara hukum Islam
dan hukum adat didalam pergaulan masyarakat hukum dapat dilukiskan menurut tiga
kemungkinan, yaitu :
a. Hukum
Islam membawa kaidah-kaidah hokum untuk kepentingan-kepentingan yang belum
ternyata didalam hukum adat Indonesia; didalam hal ini hukum Islam menembah
luasnya hukum adat .
b. Satu
lembaga hukum diatur didalam kedua sistem hukum itu sedimikian, sehingga kedua
hukum itu, yang satu dengan yang lain saling menyesuaikan diri; kedua sistem
hukum itu lalu hidup berdampingan secara harmonis .
c. Terdapat
bentrokan diantara kaidah-kaidah hukum Islam dengan kaidah-kaidah hukum adat,
pada umumnya tak dapat dinyatakan lebih dulu, sistem hukum yang manakah akan
menang didalam pertikaian .
Contoh-contoh
ialah :
1) (dari
a) : waqf, yang menjadi wakaf Indonesia
2) (dari
b) : Hukum perkawinan
3) (dari
c) : hukum pewarisan
Berhubungan dengan pengaruh hukum
Islam terhadap hukum adat Indonesia [ernah dipergunakan istilah “resepsi” (bah. Latin: reception) . Dengan resepsi itu dimaksudkan:
pengaruh satu sistem hukum yang tertentu terhadap satu sistem hukum yang lain,
sehingga satu sistem hukum yang laim itu telah diubah oleh penerimaan hukum
yang berpengaruh itu .
Di dalam “Pengantar Ilmu Hukum”
karangan Prof. Djokosutono, dikemukakan bentuk-bentuk resepsi :
- Resepsi teoritis (hanya teori-teori hukum asing yang dipelajari oleh ahli-ahli hukum);
- Resepsi praktis (hasil pelajaran secara teoritis itu telah dipraktekkan oleh para ahli hukum);
- Resepsin dilapangan ilmua (ajaran sistem hukum asing itu telah dijadikan mata pelajaran di Universiteit dan sebagainya);
- Resepsi didalam hukum positif (penggal-penggal dari system hukum asing telah dijadikan hukum positif didalam negera yang menerimanya) .
Keempat macam resepsi itu dapat diketemukan
di dalam kebenaran sosial di Indonesia pada masa sekarang; k arah mana resepsi
itu akan berkembang tak dapat diperbincangkan . Telah menjadi masalah bagi
ahli-ahli hukum Islam dengan cara bagaimana kita harus mengatasi perbedaan
diantara Syariah (menurut kehendak fakih) dengan kebutuhan-kebutuhan didalam
masyarakat modern .
Diantaranya, Prof. Mr.Dr. Hazirin
mengupas hal itu didalam karangannya (pidatonya): “Hukum baru di Indonesia”,
yakni khusus berhubungan dengan cita-cita untuk menyatukan hukum di Indonesia,
beliau mengemukakan bahwa hukum Sayriah sebenarnya haruslah hanya berdasarkan
Al-Quran dan Hadith saja, sebaliknya, Fikih yang telah dibekukan dari abad
ketiha hijriah, sedapat-dapatnya haruslah dihidupkan kembali . Salah satu
bagian menarik yang diketengahkannya adalah :
“Dengan
demikian nyatalah bahwa hukum Qur’an itu memang “dapat” dijalankan disemua
pojok dunia Islam dengan tidak perlu sekali-kali menjadikan tiap-tiap pojok itu
seperti masyarakat Arab, asal saja orang Islam telah mampu kembali melepaskan
dirinya dari belenggu taklid kepada ulama-ulama Arab dan masyarakat Arab seribu
tahun yang lampau dan kembali kepaa pokok-pokoknya diperkembangan agam dan
hukumnya yaitu Qur’an dan sunnanh, dan menyesuaikan masyarakatnya setiap zaman
dengan pokok-pokok leluhur tersebut”.
Dengan kata lain: Dengan penuh
keinsyafan bahwa Qur’an dan Sunnah (bagi ummat Islam) adalah hukum yang kekal
dan abadi, maka Fikih harus dijadikan hukum positif didalam sistem hukum
Syariah . Demikian cita-cita Hazairin, unyuk menyesuaikan hukum Islam kepada
masyarakat yang dinamis dan modern, dimana hukum adat dipertahankan pula, yaitu
sebagai hukum positif .