Yang dimaksud dengan Kontrak Kerja
Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang
No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat
syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Membuat kontrak kerja yang memenuhi syarat
Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Syarat kontrak kerja dianggap sah
Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah
atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- suatu pokok persoalan tertentu
- suatu sebab yang tidak terlarang
Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa :
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
- kesepakatan kedua belah pihak
- kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
- adanya pekerjaan yang diperjanjikan
- pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Jenis kontrak kerja
1. Menurut bentuknya
a) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis
- Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.
- Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.
b) Berbentuk Tulisan
- Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.
- Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing buruh dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU 13/2003).
2. Menurut waktu berakhirnya
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu
- dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker (Permenaker No. Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu
- dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama;
- tidak ada masa percobaan kerja (probation), bila disyaratkan maka perjanjian kerja BATAL DEMI HUKUM (Pasal 58 UU No. 13/2003).
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Pekerjanya sering disebut karyawan tetap
Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan, Perusahaan wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Sekarang kita telah mengetahui dasar-dasar mengenai jenis kontrak kerja. Yang paling sering ditanyakan adalah mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk para pekerja kontrak. Maka dari itu, Gajimu akan mencoba membahasnya dengan lebih detail.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
Pihak yang bersangkutan dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang menjadi pihak dalam
perjanjian adalah pekerja secara pribadi dan langsung dengan pengusaha
Isi dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Isi dari PKWT bersifat mengatur hubungan individual antara pekerja
dengan perusahaan/pengusaha, contohnya : kedudukan atau jabatan,
gaji/upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja
dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi.
Jenis dan sifat pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
1. Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun
- Apabila pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjian maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
- Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus mencantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
- Apabila pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
- Pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dilakukan setelah masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya Perjanjian Kerja. Selama tenggang waktu 30 hari tersebut, tidak ada hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan/pengusaha.
2. Pekerjaan Musiman
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.
- Pekerjaan – pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan/ target tertentu dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sebagai pekerjaan musiman.
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan musiman tidak dapat dilakukan pembaruan.
3. Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk jenis pekerjaan ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 tahun.
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan ini tidak dapat dilakukan pembaruan
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya boleh diberlakukan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar perkerjaan yang biasa dilakukan perusahaan
4. Pekerjaan harian/ Pekerja lepas
- Perjanjian Kerja Waktu Terntu dapat dilakukan untuk pekerjaan – pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
- Apabila pekerja harian bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
- Pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian/lepas wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis
- Perjanjian Kerja tersebut harus memuat sekurang – kurangnya : Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja, nama/alamat pekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan dan bersarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
Apakah PKWT dapat dibuat secara lisan
Tidak. PKWT wajib dibuat secara tertulis dan didaftarkan di instansi
ketenagakerjaan terkait. Apabila dibuat secara lisan, akibat hukumnya
adalah kontrak kerja tersebut menjadi PKWTT.
Lama PKWT dapat diadakan
PKWT dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun. Apabila pengusaha
ingin melakukan perpanjangan kontrak, maka pengusaha wajib
memberitahukan maksud perpanjangan tersebut secara tertulis kepada
pekerja paling lama 7 (tujuh) hari sebelum kontrak berakhir.
Lama maksimal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang diperbolehkan Undang-Undang
Menurut UU No.13/2003 pasal 59 ayat 4, Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun dan
hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
Pengusaha/perusahaan yang bermaksud memperpanjang PKWT tersebut,
harus memberitahukan maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis
kepada pekerja yang bersangkutan, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum
PKWT berakhir. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini
dalam wakktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya batal demi hukum
dan menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), seperti yang
diatur dalam UU No.13/2003 pasal 59 ayat 5.
Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 3 ayat 2 Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.
100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
PKWT yang dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka perjanjian
kerjanya batal demi hukum dan menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan
permanen – UU No.13/2003 pasal 59 ayat 7
Pembaruan perjanjian kerja dapat diterapkan dalam PKWT
Dapat. Menurut UU No.13/2003 pasal 59 ayat 6, Pembaruan perjanjian
kerja dapat dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
Pembaharuan ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak
berakhirnya PKWT . Misalnya, apabila pekerjaan belum dapat diselesaikan
maka dapat diadakan pembaruan perjanjian. Apabila PKWT tidak melalui
masa tenggang waktu 30 hari sejak berakhirnya PKWT, maka PKWT dapat
berubah menjadi PKWTT.
Pembaruan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan
selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu maka
pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan - pasal 3 ayat 5
Kepmenakertrans Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004
Perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan Outsourcing
Outsourcing = Perjanjian Pemborongan Pekerjaan. Perusahaan pemberi
kerja memborongkan sebagian dari pekerjaan kepada perusahaan pemborong
atau perusahaan penyedia tenaga kerja melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja.
Hubungan kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan pemborong
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja dapat dengan status Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
Undang-undang tidak mengatur tentang hal ini.
Baik pekerja yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan maupun
pekerja dari perusahaan pemborong outsourcing akan bekerja di lokasi
kerja perusahaan tersebut. Status hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu apakah pekerja yang dipekerjakan langsung atau pekerja yang
melalui outsourcing boleh saja dilakukan sepanjang sesuai dengan
ketentuan Pasal 59 Undang – Undang No. 13 tahun 2003.
Undang-Undang mengatur mengenai perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan outsourcing
Mengenai aspek hukum hubungan kerja antara Saudara -selaku pekerja/buruh- dengan “perusahaan outsourcing“,
dijelaskan dalam UU No. 13.2003 pasal 66 ayat 2 huruf b,
bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan
kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, adalah
PKWT apabila pekerjaannya memenuhi persyaratan sebagai pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pelaksanaannya akan
selesai dalam waktu tertentu; dan/atau PKWTT yang dibuat (diperjanjikan)
secara tertulis dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak.
Terkait dengan ketentuan tersebut, dijelaskan dan dipertegas
dalam pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003, bahwa perjanjian kerja untuk waktu
tertentu (PKWT), tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
tetap.
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap, ada 2 (dua) kategori, yakni:
- pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalan satu perusahaan, atau
- pekerjaan pekerjaan yang bukan musiman (Penjelasan pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003).
Dengan perkataan lain, apabila suatu pekerjaan walau bersifat
terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu namun bukan
merupakan bagian dari suatu proses produksi pada satu perusahaan, dalam
arti hanya merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi atau kegiatan pokok (core business)
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003, maka
dianggap bukan sebagai pekerjaan yang berisfat tetap, sehingga dapat
menjadi objek PKWT.
Berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan jasa penunjang, walaupun
pekerja dapat dipekerjakan dengan hubungan kerja melalui PKWT, akan
tetapi untuk “perusahaan outsourcing”, ada persyaratan tambahan sebagai
amanat Putusan MK Register Nomor 27/PUU-IX/2011, bahwa PKWT harus
memuat prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja atau Transfer of Undertaking Protection Employment (TUPE) yang mengamanatkan:
- pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh (termasuk berlanjutnya hubungan kerja dengan perusahaan outsourcing yang baru) yang objek kerja-nya tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan outsourcing.
- masa kerja pekerja/buruh harus diperjanjikan (dalam PKWT) untuk dibuatexperience letter
- experience letter menentukan masa kerja dan menjadi salah satu dasar penentuan upah pada perusahaan outsourcing berikutnya.
Yang harus dimuat dalam Perjanjian Kerja Tidak Tertentu pada perusahaan penyedia jasa (outsourcing)
Atas dasar Putusan MK tersebut kemudian dituangkan dalam Pasal 29
ayat (2) dan ayat (3) Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, khususnya PKWT
pada perusahaan penyedia jasa pekerja, bahwa PKWT-nya,
sekurang-kurangnya memuat:
- jaminan kelangsungan bekerja;
- jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan; dan
- jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah;
Demikian juga memuat hak-hak lainnya, seperti
- hak atas cuti (tahunan) apabila telah memenuhi syarat masa kerja;
- hak atas jamsostek;
- Tunjangan Hari Raya (THR),
- istirahat mingguan;
- hak atas ganti-rugi (kompensasi diakhirinya hubungan kerja PKWT);
- penyesuaian upah berdasarkan -akumulasi- masa kerja;
- dan hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja (PKWT) sebelumnya.
Aturan hukum mengenai penahanan surat-surat berharga milik karyawan
Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh-tidaknya
perusahaan menahan surat-surat berharga milik karyawan, seperti misalnya
ijazah.
Penahanan ijazah pekerja/karyawan oleh perusahaan, diperbolehkan,
sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha biasa dituangkan dalam
perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam hubungan
kerja. Artinya, penahanan ijazah oleh pengusaha diperbolehkan sepanjang
Anda menyepakatinya dan Anda masih terikat dalam hubungan kerja.
Apabila ijazah Anda tetap ditahan dan tidak dikembalikan setelah Anda
berhenti bekerja, Anda dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan
terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendatangi perusahaan tersebut untuk
meminta kembali ijazah Anda. Namun, apabila memang pihak perusahaan
tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda dapat menggugat perusahaan
tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi
atas tuduhan penggelapan.
Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP. Yang termasuk
penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian
atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada
pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan
suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang
tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau
jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan
adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana
barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
Bila tidak ada perjanjian kerja yang tertulis antara pekerja dengan perusahaan
Pada dasarnya, perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara
tertulis. Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang mana
perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Akan tetapi,
terdapat pengecualian dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT). Dalam Pasal 57 UU No.13/2003 ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat
secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf
latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).
Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja
secara tertulis (PKWTT) dengan pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat
surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 UU
Ketenagakerjaan).
Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Jadi, dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, memang
tidak harus dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi
perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerjanya.
Hukumnya jika Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat
dalam Bahasa Inggris dan para pihak yang bertandatangan adalah orang
asing
Dalam Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan
bahwa “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis
serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”.
Meski para pihak adalah orang asing, hukum yang berlaku dalam
perjanjian tersebut adalah Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena
itu PKWT harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan terjemahan ke
Bahasa Inggris. Segala ketentuan yang mengikat secara hukum adalah
ketentuan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dalam
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan,
agar para pihak mengerti isinya.
Yang menjadi acuan untuk tenaga kerja asing yang bekerja di representative office jika ingin hak-haknya bisa diakomodir menurut hukum Indonesia
Penggunaan tenaga kerja asing pada representative office juga
wajib tunduk pada peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu,
apabila ketentuan ketenagakerjaan kita mengatur mengenai suatu hak bagi
tenaga kerja asing yang wajib dipatuhi oleh pemberi kerja, maka hak-hak
tersebut wajib diberikan pada tenaga kerja asing tersebut. Contohnya,
mengenai jaminan sosial tenaga kerja. Seorang tenaga kerja asing juga
berhak untuk memperoleh jamsostek, seperti halnya pekerja WNI
Sumber:
- Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
- Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
- Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu